makalah Memahami Makna dan Hakikat Kejujuran dalam Akhlak Islam dan Implementasinya dalam Kehidupan Sehari-hari



Memahami Makna dan Hakikat Kejujuran dalam Akhlak Islam dan Implementasinya dalam Kehidupan Sehari-hari

1.    Makna dan Hakikat kejujuran dalam Akhlak Islam
Jujur dapat diartikan sebagai kehati-hatian diri seseorang dalam memegang amanah yang telah dipercayakan oleh orang lain kepada dirinya. Karena salah satu sifat terpenting yang harus dimiliki bagi orang yang akan diberi amanah adalah orang-orang yang memiliki kejujuran. Amanah adalah ibarat barang titipan yang harus dijaga dan dirawat dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Berhasil atau tidaknya suatu amanah sangat tergantung pada kejujuran orang yang memegang amanah tersebut.
Orang yang memiliki kepribadian yang jujur, masuk dalam kategori orang yang pantas diberi amanah karena orang semacam ini memegang teguh terhadap setiap apa yang ia yakini dan menjalankan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Karena orang yang jujur umumnya akan bertanggung jawab penuh akan segala yang diberikan atau dibebankan kepadanya maka pasti ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan kewajibannya tersebut dengan sungguh-sungguh.
Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang mulia, orang yang memiliki sifat jujur biasanya dapat mendapat kepercayaan dari orang lain. Sifat jujur merupakan salah satu rahasia diri seseorang untuk menarik kepercayaan umum karena orang yang jujur senantiasa berusaha untuk menjaga amanah. Jika orang yang memegang amanah adalah orang yang jujur maka amanah tersebut tidak akan terabaikan dan dapat terjaga atau terlaksana dengan baik. Begitu juga sebaliknya, jika amanah tersebut jatuh ke tangan orang yang tidak jujur maka ‘keselamatan’ amanah tersebut pasti ‘tidak akan tertolong’.
Orang yang jujur akan mendapat kebahagiaan sebagai ganjarannya, baik di dunia maupun diakhirat. Kebahagiaan di dunia diantaranya:
  1. Dipercaya orang, sehingga dengan dipercayanya oleh orang mudah untuk mendapat amanah baik harta, tahta maupun amanah lainnya.
  2. Dengan kejujuran hidup tidak akan banyak mendapat masalah, karena dengan kejujuran semua pekerjaan dan kepercayaan akan terjamin.
  3. Mudah untuk mendapatkan kepercayaan lagi dari berbagai kalangan, baik dari teman, orang tua maupun masyarakat.
Adapun kebahagiaan di akhirat diantaranya adalah:
1.      Surga yang telah disediakan bagi orang yang jujur.
2.      Pemeriksaan di alam kubur oleh Malaikat Munkar dan Nakir akan lancar, karena tidak banyak masalah di alam dunia

2.    Dalil Dari Nash Al-qur’an dan Hadits
Kejujuran adalah perhiasan orang berbudi mulia dan orang yang berilmu. Kejujuran adalah mutiara yang mahal harganya, dan kejujuran ini adalah sangat penting dalam perjalalan hidup kita mengarungi lautan kehidupan.dalam diri seorang muslim kejujuran adalah harga mati yang harus dilakukan agar kita tidak termasuk dari golongan orang yang munafik, banyak orang yang mengaku muslim namun mereka adalah pendusta, padahal pendusta tidak akan berhenti dari kedustaanya sehingga dia akan terus menerus menambah kedustaanya sampai dia mati. Oleh sebab itu, sifat jujur sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap umat Rasulullah saw. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-quran Allah memerintahkan kita senantiasa berbuat jujur dan menjadi golongan orang – orang yang jujur.
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمنتِ اِلىَ اَهْلِهَا..
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (Q.S. an-Nisa: 58).
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لَاتَخُونُوا اللهَ والرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْا اَمنتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu menghianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. al-Anfal: 27).

Dari dua ayat tersebut didapat pemahaman bahwa manusia, selain dapat berlaku tidak jujur terhadap dirinya dan orang lain, adakalanya berlaku tidak jujur juga kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud dari ketidakjujuran kepada Allah dan Rasul-Nya adalah tidak memenuhi perintah mereka. Dengan demikian, sudah jelas bahwa kejujuran dalam memelihara amanah merupakan salah satu perintah Allah dan dipandang sebagai salah satu kebajikan bagi orang yang beriman.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا. وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ، وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا * رواه البخاري
Artinya : Dari Abdullah bin Umar, dari Nabi Muhammad SAW bersabda , Sesungguhnya kejujuran itu menunjukan pada kebaikan dan kebaikan akan menunjukan pada surga, dan niscahya seorang laki-laki yang jujur sehingga di tulis Ahli jujur. Dan sesungguhnya dusta menunjukan pada keji, dan keji akan menunjukan pada neraka dan niscahya seorang laki-laki yang dusta di sisi allah di tulis Ahli dusta.

3.    Macam-macam Kejujuran
Membahas tentang kejujuran (dalam bahasa arab disebut sebagai Ash-Shidqun), ada 5 macam kejujuran, yaitu:
A.  Benar Perkataan (shidq al-hadits)
Dalam keadaan apapun seorang Muslim akan selalu berkata yang benar, baik dalam menyampaikan informasi, menjawab pertanyaan, melarang dan memerintah ataupun yang lainnya. Berkata bohong termasuk salah satu sifat orang munafik sebagaimana yang dijelaskan oleh Rosulullah saw:
ايَالُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ (متفق عليه)
Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu: apabila berkata, dusta; bila berjanji, mungkir; dan bila di percaya, khianat.”
B.  Benar Pergaulan (shidq al-mu’amalah)
seorang muslim akan selalu bermu’amalah dengan benar; tidak menipu, tidak khianat dan tidak memalsu, sekalipun pada non muslim. Orang yang shidiq dalam muamalah jauh dari sombong dan riya’.
C.  Benar Kemauan (shidq al-‘azam)
Sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu, seorang muslim harus mempertimbangkan dan menilai terlebih dahulu apakah yang dilakukannya itu benar dan bermanfaat. Apabila yakin benar dan bermanfaat, dia dia akan melakukannya tanpa ragu-ragu.

D.  Benar Janji (shidq al-wa’ad)
Apabila berjanji, seorang muslim akan selalu menepatinya, sekalipun dengan musuh atau anak kecil. Janji membuat diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was. Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang selalu mengingkari janji.
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ * سورة النحل 91
Artinya : Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

E.  Benar Kenyataan (shidq al-hal)
Seorang muslim akan mennampilakan diri seperti keadaan yang sebenarnya. Dia tidak akan menipu kenyataan, tidak memakai baju kepalsuan, tidak mencari nama, dan tidak pula mengada-ngada.
الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطِ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُوْرٍ (رواه مسلم)
“orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak di terimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu”


4.    Kisah-kisah Teladan
Kembali kita menengok sejarah tentang kejujuran Nabi Muhammad di masa muda dan belum diutus menjadi Rasul dikenal sebagai sosok pemuda yang memiliki kredibilitas tinggi dan kejujuran yang tak tertandingi.
Kejujuran beliau begitu terkenal di seantero Makkah waktu itu sehingga tak kala para kepala suku berselisih pendapat tentang siapa yang paling berhak meletakkan Hajar Aswad di tempat asalnya di salah satu sudut Ka’bah, mereka sepakat untuk menyerahkan permasalahan itu pada beliau. Mereka pasrah apapun keputusan Nabi akan mereka terima dengan sepenuh hati. Nabi pun meletakkan Hajar Aswad pada sebuah selendang. Para kepala suku diminta untuk memegang ujung selendang dan membawa Hajar Aswad ke tempat asalnya secara bersama-sama. Setelah dekat, Nabi mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkannya di tempat semula. Keputusan Nabi yang begitu tepat, cerdas dan bijaksana tersebut semakin melambungkan citra beliau dan dari peristiwa itu Nabi mendapat julukan baru “Al Amin”, yaitu pribadi yang dapat dipercaya. Sedikitnya ada dua pelajaran yang dapat kita petik dari kisah tersebut:
Pertama, bahwa kejujuran sikap akan menuai kepercayaan dan penghargaan yang tinggi dari berbagai kalangan, tua dan muda, kaya dan miskin, muslim atau nonmuslim. Dengan kata lain, apapun tujuan hidup yang ingin dicapai, mulailah dengan kejujuran dan konsisten dengan kejujuran itu apapun resikonya. Kedua, bahwa yang dimaksud dengan “jujur” hendaknya tidak hanya dimaknai secara sempit sebagai “keselarasan antara kata dan perbuatan, kesesuaian antara kata dan fakta.” Ia juga bermakna “adil dalam bertindak” dan bijaksana dalam mengambil sikap , sebagaimana dalam Al-Quran :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ * سورة المائدة
Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dan juga kisah kejujuran Syekh Abdul Qadir Jaelani, singkatnya Abdul Qadir al Jaelani pun meminta ijin kepada ibunya untuk menuntut ilmu agama ke bagdad. Mendengar niat anaknya begitu ibunya pun merasa senang dan mengijinkannya untuk menimba ilmu agama kepada ulama-ulama besar di bagdad. Dan ibunya pun berpesan pada anaknya, "wahai abdul qadir ibu meminta kepada kamu untuk berlaku jujur dalam tindakan dan ucapan selama kamu menimba ilmu disana, dan ibu memberikan bekal kepada kamu warisan dari ayahmu uang sebanyak 200 dinar untuk bekal kamu selama kamu disana.
apabila nanti ada rombongan pengusaha yang akan pergi kesana alangkah baiknya kamu ikut rombongan itu. Dan abdul qadir pun pergi dengan ridha ibunya. Ditengah perjalan ada sekelompok gerombolan perampok yang menghadang rombongan syekh Abdul Qadir dan para pengusaha. Kelompok gerombolan ini terkenal bengis dan sadis.dan satu persatu harta yang dibawa para rombongan pun di rampas.
dan pada saat salah satu anggota perampok mendekati abdul qadir ,ia pun bertanya kepada abdul qadir, "hai anak muda harta apa yang kamu miliki dan abdul qadir pun menjawab aku punya uang 200 dinar, yang di simpan di bawah ketiaknya, dilalah anehnya orang yang bertanya tadi malah tertawa dan tidak percaya bahwa tampang seperti ini memiliki harta 200 dinar dan berkata jujur.
dan beliau pun di suruh pergi, dan bertemu lagi dengan anggota rampok yang lain dan ditanya lagi seperti pertanyaan tadi. dan orang ini pun tidak mempercayainya. Dan pada akhirnya kepala rampoknya mendengar bahwa ada anak muda yang mengaku memiliki harta 200 dinar tapi tidak ada yang percaya. Disuruhlah abdul qadir untuk menghadap kepada kepala rampok.dan kepala rampok tadi menanyakan pertanyaan sama dengan anak buahnya. Abdul Qadir pun menjawab dengan jawaban yang sama dan membuktikan bahwa dia memang memiliki uang 200 dinar.
Ketika melihat kebenaran dan kejujuran dengan anak muda ini sedikit kaget dan tercengang lalu dia pun bertanya kepada beliau mengapa engkau mau berkata jujur padahal dalam situasi serba susah begini. dan abdul qadir pun menjawab "saya tidak ingin melanggar janji saya pada ibu saya dan saya tidak ingin membuat ibu saya merasa kecewa" dan kepala rampok tersebut menanyakan kembali memang kamu telah berjanji apa pada ibu kamu padahal ibumu tidak akan mengetahuinya. lalu abdul qadir pun menjawab "ibu saya mewasiatkan kepada saya untuk berlaku jujur dalam bertingkah laku dan berbicara walau dalam keadaan apapun"
Mendengar penjelasan Abdul Qadir si kepala rampok pun merasa terharu dan menangis di hadapan beliau karena merasa malu pada sikap Abdul Qadir (yang pada waktu itu masih muda) yang  tidak berani melanggar janji pada ibunya, sedangkan dia dan anak buahnya sudah sering dan banyak melanggar aturan Allah, dan bagaimana Allah sangat membencinya .
Karena ketauladan beliau dan kejujurannya maka kepala rampok pun bertaubat di hadapan Syekh Abdul Qadir dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang di larang Allah dan merugikan banyak orang. Dan hasil rampokannya pun dikembalikan kepada pemiliknya.
5.    Faktor Dekadensi Kejujuran pada Zaman Sekarang
Dekadensi berasal dari kata dekaden (keadaan merosot dan mundur). Dengan demikian, dekadensi moral merupakan atau bermakna sikon moral yang merosot (jatuh) atau sementara mengalami (dalam keadaan) mundur atapun kemunduran; kemunduran dan kemorosatan yang terus menerus (sengaja atapun tidak sengaja) terjadi serta sulit untuk diangkat atau diarahkan menjadi seperti keadaan semula atau sebelumnnya.
Dekadensi moral bukan lingkaran kekuatan ataupun lingkungan yang membentuk manusia agar bertindak negatif serta menabrak nilai-nilai standar kebaikan hidup dan kehidupan. Tetapi, sifat dan sikap negatif manusia lah yang menciptakan atau memperlihatkan dekadensi moral.
Dekadensi moral ada pada masyarakat maju dan berpendidikan di perkotaan; namun bisa muncul pula pada masyarakat yang belum maju di pedesaan. Terjadi pada lingkungan rakyat biasa; ada juga pada tataran birokrat, politisi, pemegang kekuasaan, pemangku jabatan struktural maupun fungsional, bahkan keagamaan. Hal tersebut, juga bermakna bahwa setiap orang (dalam jabatan dan fungsional apapun) berpeluang terjerumus ke dalam sikon dekadensi moral. Dengan itu, dapat dipahami bahwa tidak sedikit tokoh-tokoh terkenal ataupun pemimpin yang mempunyai tampilan diri ganda, yang sebetulnya merupakan suatu kemunafikan.
Pada satu sisi, ia adalah sosok idola yang bersih, ramah-tamah, baik hati, suku menolong, dan lain sebagainya. Namun, di sisi lain, ia mempunyai sikap serta tindakan dan perilaku moral yang jauh dari kejujuran, kesetiaan dan ketaatan kepada TUHAN, ia penuh dengan kemunafikan, dan lain-lain.  Manusia berwajah ganda seperti itu, ada di mana-mana; mereka menderita penyakit moral yang menyerang seluruh ekssitensi hidup dan kehidupannya, serta mudah menjangkiti orang lain.
Melihat dari faktor-faktor yang menyebabkan dekadensi moral di atas jelaslah salah satu penyebabnya adalah lemahnya jejujuran dari diri manusia itu sendiri. Maka telah tampak makna buah-buah kebijaksanaan diri yang dinamakan kejujuran yang hakiki yaitu kejujuran pada dirinya sendiri dan langkah sistematis yang dapat ditempuh yaitu melalui refleksi diri. Penajaman maknanya adalah kejujuran yang ditinjau dari perspektif filsafat adalah kejujuran yang yang tidak dibuat-buat atau muncul tanpa disadari melainkan merupakan perbuatan yang berlandaskan kesadaran untuk jujur pada dirinya hingga mampu mentransendenkan dirinya sehingga berpancar pada perilaku yang dapat dipahami orang lain menggunakan kacamata ketulusan, keakraban dan kebermitraan. Dengan demikian, perspektif teori penipuan diri, etika dan filsafat sama-sama mengarah pada pemahaman kejujuran yang dimulai dari dalam diri dan bukan kejujuran semu yang mengecoh persepsi orang-orang bahwa kejujuran merupakan pantulan eksternalitas.

6.    Kesimpulan dan Penutup
Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan jika hati tidak benar-benar bersih. Namun sayangnya sifat yang luhur ini belakangan sangat jarang kita temui, kejujuran sekarang ini menjadi barang langka. Saat ini kita membutuhkan teladan yang jujur, teladan yang bisa diberi amanah umat dan menjalankan amanah yang diberikan dengan jujur dan sebaik-baiknya. Dan teladan yang paling baik, yang patut dicontoh kejujurannya adalah manusia paling utama yaitu Rasulullah saw. Kejujuran adalah perhiasan Rasulullah saw. dan orang-orang yang berilmu.
Kejujuran adalah mutiara yang mahal harganya, dan kejujuran ini adalah sangat penting dalam perjalalan hidup kita mengarungi lautan kehidupan.dalam diri seorang muslim kejujuran adalah harga mati yang harus dilakukan agar kita tidak termasuk dari golongan orang yang munafik, banyak orang yang mengaku muslim namun mereka adalah pendusta, padahal pendusta tidak akan berhenti dari kedustaanya sehingga dia akan terus menerus menambah kedustaanya sampai dia mati. Dalam al-quran Allah memerintahkan kita senantiasa berbuat jujur dan menjadi golongan orang – orang yang jujur.
Pilihlah teman yang jujur dan benar dalam segala tindak langkah. Jangan memilih teman yang yang ahli berbuat dusta, baik dalam perbuatan maupun dalam perkataan. Sebab berteman dengan orang yang banyak dusta hanya akan banyak tertipu. Agar kita selamat dari bahaya ini, Socrates berpendapat yaitu hendaknya kita pertanyakan dulu, bagaimana perilaku calon teman kita ini waktu kecil kepada orangtuanya, saudara-saudara dan keluarganya. Dia tipe manusia yang mensyukuri nikmat atau manusia yang mengkufuri nikmat. Kemudian apakah dia suka menguasai dan egois. Dan satu lagi yang tidak boleh luput dari pengamatan  apakah dia suka mengolok-olok, mengejek keterbatasan orang lain, mencibir ketrampilan orang lain  dan banyak lagi.






DAFTAR PUSTAKA
A. Tabrani Rusyan, 2006, Pendidikan Budi Pekerti, Inti Media Cipta Nusantara
Ibn Maskawaih, 1994, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung:MIZAN
Mahali, Mudjab, 1984, Pembinaan Moral Di Mata Al-Ghazali, Yogyakarta:BPFE
Ilyas, Yunahar, 2001, Kuliah Akhlak, Yogyakarta:LPPI UMY
http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/06/20/dekadensi-moral-374292.html

Komentar

Posting Komentar