Memahami Makna dan Hakikat Kejujuran dalam Akhlak Islam dan Implementasinya dalam Kehidupan Sehari-hari
Memahami Makna dan
Hakikat Kejujuran dalam Akhlak Islam dan Implementasinya dalam Kehidupan
Sehari-hari
1. Pengertian Jujur
Dalam bahasa Arab, Jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang
artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan
kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur
juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan
kenyataan.[1]
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada
pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan
terus terang.[2]
Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang
ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan
benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana
seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada
batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai orang yang
jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia
sembunyikan (di dalam batinnya). Begitu pula orang munafik tidaklah dikatakan
sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang
bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah;
secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia
berbeda dengan Nabi. Jelasnya, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman,
sedangkan lawannya dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
2. Dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits
Dalil Al-Qur’an
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ
إِلَيْهِمْ عَلَىٰ سَوَاءٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ
Artinya: “Dan jika kamu khawatir akan
(terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah perjanjian
itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal: 58)
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
Artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan
kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan
mereka Itulah orang-orang pendusta.”(QS. An-Nahl: 105)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ
الصَّادِقِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar.”(QS. At-Taubah: 119)
Pada
ayat di atas sudah dijelaskan bahwa orang yang tidak jujur atau pendusta itu
dilarang keras oleh Allah, karena sifat pendusta merupakan sifat yang tercela
dan tidak disukai oleh Allah. Dengan cara beriman dan bertakwa kepada Allah
yang akan terhindar dari sifat pendusta.
Dalil Hadits
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي
إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Artinya : dari Abdullah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam beliau bersabda: "Sesungguhnya kejujuran akan membimbing
pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika
seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang
yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan,
dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika
seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang
pendusta." (HR. Bukhari)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ
اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى
الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الْعَبْدُ
يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Artinya : dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah kalian bersikap jujur, karena
kejujuran itu akan membawa pada kebaikan, sedangkan kebaikan akan membawa
kepada surga. Tidaklah seorang bersikap jujur dan selalu berbuat jujur hingga
ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan hendaklah kalian
menjauhi sikap dusta, karena kedustaan itu akan membawa pada kekejian,
sedangkan kekejian akan membawa kepada neraka. Dan tidaklah seorang berbuat
dusta dan selalu berdusta hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai seorang
pendusta." (HR. Tirmidzi)
Dari Hadits di atas
dapat disimpulkan bahwa sifat kejujuran itu sangat diperlukan oleh setiap
manusia, karena kejujuran itu akan membawa manusia kepada kebaikan dan kebaikan
akan membimbing manusia itu menuju surga.
3. Macam-macam Kejujuran
Ada beberapa macam kejujuran yang sudah semestinya dimiliki oleh
setiap muslim, yaitu:
1. Kejujuran
lisan (shidqu al lisan)
Kejujuran lisan yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realita
yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti
dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa atau menyenangkan
istri, dan semisalnya. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Jaminlah
kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga:
jujurlah jika berbicara, penuhilah jika kalian berjanji, tunaikan jika kalian
dipercaya, jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan kalian, dan tahanlah
tangan kalian”. (HR Hakim)
2. Kejujuran
niat dan kemauan (shidqu an niyyah wa al iradah)
Yang dimaksud dengan kejujuran niat dan kemauan adalah motivasi
bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam semua kondisi adalah dalam rangka
menunaikan hukum Allah Ta’ala dan ingin mencapai ridhaNya. Dalam hal ini Rasul
saw. Bersabda yang berarti: “Barang
siapa menginginkan syahid dengan penuh kejujuran maka dia akan dikaruninya,
meski tidak mendapatkannya”. (HR Muslim)
3. Kejujuran
tekad dan amal Perbuatan
Jujur dalam tekad dan amal berarti melaksanakan suatu pekerjaan
sesuai dengan yang diridhai oleh Allah Swt. dan melaksanakannya secara
kontinyu. Allah Swt. Berfirman.
مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ
يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلً
Artinya : “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang Telah mereka janjikan
kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada
(pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al
Ahzab: 23)
4 Keutamaan
Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk
selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan
mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut. Terdapat beberapa keutamaan
jujur, diantaranya:
1. Menentramkan hati. Rasulullah SAW bersabda: “Jujur itu merupakan
ketentraman hati”.
2. Membawa
berkah. Rasulullah SAW bersabda: “Dua orang yang jual beli itu boleh
pilih-pilih selama belum berpisah. Jika dua-duanya jujur dan terus terang,
mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan jika dua-duanya bohong dan
menyembunyikan, hilanglah berkah jual beli mereka”.
3. Meraih
kedudukan yang syahid. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang meminta
syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh (jujur), maka Allah akan
menaikkannya ke tempat para syuhada meskipun mati di tempat tidurnya”.
4. Mendapat
keselamatan.[3]
Dusta juga dalam hal-hal tertentu diperbolehkan, jika jujur ketika itu bisa
menimbulkan kekacauan.
5. Kisah Teladan
kisah kejujuran Syekh Abdul Qadir Jaelani,
singkatnya Abdul Qadir al Jaelani pun meminta ijin kepada ibunya untuk menuntut
ilmu agama ke bagdad. Mendengar
niat anaknya begitu ibunya pun merasa senang dan mengijinkannya untuk menimba
ilmu agama kepada ulama-ulama besar di bagdad. Dan ibunya pun berpesan pada
anaknya, "wahai abdul qadir ibu meminta
kepada kamu untuk berlaku jujur dalam tindakan dan ucapan selama kamu menimba
ilmu disana, dan
ibu memberikan bekal kepada kamu warisan dari ayahmu uang sebanyak 200 dinar untuk bekal kamu selama kamu
disana.
apabila nanti ada rombongan pengusaha yang akan
pergi kesana alangkah baiknya kamu ikut rombongan itu. Dan abdul qadir pun pergi dengan
ridha ibunya. Ditengah
perjalan ada sekelompok gerombolan perampok yang menghadang rombongan syekh Abdul Qadir dan para pengusaha. Kelompok gerombolan ini terkenal
bengis dan sadis.dan satu persatu harta yang dibawa para rombongan pun di
rampas.
dan pada saat salah satu anggota perampok mendekati
abdul qadir ,ia pun bertanya kepada abdul qadir, "hai
anak muda harta apa yang kamu miliki dan abdul qadir pun menjawab aku punya
uang 200 dinar, yang di simpan di bawah ketiaknya, dilalah anehnya orang yang bertanya
tadi malah tertawa dan tidak percaya bahwa tampang seperti ini memiliki harta
200 dinar dan berkata jujur.
dan beliau pun di suruh pergi, dan bertemu lagi dengan anggota
rampok yang lain dan ditanya lagi seperti pertanyaan tadi. dan orang ini pun
tidak mempercayainya.
Dan
pada akhirnya kepala rampoknya mendengar bahwa ada anak muda yang mengaku
memiliki harta 200 dinar
tapi tidak ada yang percaya.
Disuruhlah
abdul qadir untuk menghadap kepada kepala rampok.dan kepala rampok tadi
menanyakan pertanyaan sama dengan anak buahnya. Abdul Qadir pun menjawab dengan jawaban
yang sama dan membuktikan bahwa dia memang memiliki uang 200 dinar.
Ketika
melihat kebenaran dan kejujuran dengan anak muda ini sedikit kaget dan
tercengang lalu dia pun bertanya kepada beliau mengapa engkau mau berkata jujur
padahal dalam situasi serba susah begini.
dan
abdul qadir pun menjawab "saya tidak ingin melanggar janji saya pada ibu
saya dan saya tidak ingin membuat ibu saya merasa kecewa" dan kepala
rampok tersebut menanyakan kembali memang kamu telah berjanji apa pada ibu kamu
padahal ibumu tidak akan mengetahuinya.
lalu
abdul qadir pun menjawab "ibu
saya mewasiatkan kepada saya untuk berlaku jujur dalam bertingkah laku dan
berbicara walau dalam keadaan apapun"
Mendengar
penjelasan Abdul
Qadir
si kepala perampok pun merasa terharu dan menangis di hadapan beliau karena
merasa malu pada sikap Abdul
Qadir
(yang pada waktu itu masih muda) yang tidak berani melanggar janji pada
ibunya, sedangkan dia dan anak buahnya
sudah sering dan banyak melanggar aturan Allah, dan bagaimana Allah sangat membencinya .
Karena
ketauladan beliau dan kejujurannya maka kepala rampok pun bertaubat di hadapan Syekh Abdul Qadir dan berjanji tidak akan melakukan
perbuatan yang di larang Allah dan merugikan banyak orang. Dan hasil rampokannya pun
dikembalikan kepada pemiliknya
6. Kesimpulan
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur
lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara
menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan
antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan
keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka
dikatakan dusta. Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran
merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak
tersebut.
Firman Al-Qur’an yang membicarakan tentang kejujuran
di antaranya terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 58, surat An-Nahl: 105 dan
surat At-Taubah ayat 119.
Daftar Pustaka
Tabrani, A. Rusyan. 2006. Pendidikan Budi Pekerti.
Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara.
Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin.
2006. Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian
Muslim. Bandung: Rosdakarya
Hadits
Explorer
Komentar
Posting Komentar