Kisah
ini termaktub dalam buku “Kalau Sudah Rezeki Takkan Kemana”. Suatu
hari, kekecewaan dan rasa muaknya terhadap pemerintahan yang di pimpin
seorang Sultan itu memuncak. Sebenarnya sang Sultan adalah seorang yang
adil dan bijaksana, namun para menteri nya yang dzolim dan serakah.
Sehingga kas negara selalu menjadi sasaran mereka, walaupun mereka sudah
mendapat gajih yang besar. Singkat cerita, berangkatlah Abu Nawas ke
Istana Sultan. Sesampainya didepan Istana, Abu Nawas dihadapkan pengawal
dengan perawakan besar dan bringas. Abu Nawas berkata “Aku ingin
bertemu dan menghadap Sultan,” seketika dijawab dengan ketusnya oleh
pengawal tersebut “Tidak bisa, Sultan sedang sibuk,” tandasnya.
Abu Nawas memiliki trik dengan berkata “Tolong carikan jalannya, pokoknya kamu tahu beres. Aku bertemu dan menghadap Sultan karena ingin mengambil hadiah dari Sultan. Aku sudah cukup kaya jadi hadiah tersebut akan ku hadiahkan semuanya untukmu wahai pengawal”. Mendengar hal tersebut, maka pengawal tersenyum senang seraya berkata “Nah itu maksudku, asal kau dan aku tahu sama tahu,” Maka gerbang Istana pun dibukakan oleh sang Pengawal, hingga akhirnya Abu Nawas bertemu dengan para Menteri dan Sultan yang sedang melakukan pertemuan.
Sesampainya
Abu Nawas dihadapan Sultan dan Menteri, disambutnya dengan penuh suka
cita, hal ini dibuktikan dengan dipanggilnya para Dayang oleh Sultan
untuk memberikan pakaian terbaik sebelum akhirnya berbicara mengenai
kesulitan negara tersebut. Sultan berkata “Masih kah kau ingin membantu
untuk kesulitan Negara ini wahai Abu Nawas,” Maka dengan tegasnya Abu
Nawas menjawab ” Masih wahai Sultan, pantang saya menelan ludah
kembali,” Mendengar hal tersebut, Sultan pun kembali menantang “Siapkah
kau dengan hukuman mati apabila kau gagal menjawab tantangan tadi,” Abu
Nawas menjawab “Siap Sultan,saya pun ingin mendapatkan hadiah apabila
saya berhasil akan hal tersebut”. Maka dengan heran, Sultan menjawab
“Apakah hadiah yang kau inginkan wahai Abu Nawas?”
Abu Nawas menjawab “Hadiah yang ingin saya dapat yakni hukuman cambuk, namun hukuman cambuk tersebut ditujukan kepada Pengawal mu yang memiliki perilaku buruk tersebut. Maka Abu Nawas pun menceritakan apa yang ia alami saat ingin menghadap Sultan.
Sambil mendengarkan, memuncak lah rasa murka Sultan dan menyetujui terhadap permintaan dari Abu Nawas tersebut.
Singkat cerita, Abu Nawas pun sudah berganti pakaian layak yang sudah disiapkan. Namun, Sultan dan Menteri dibuatnya terheran-heran, karena kopiah lusuh dan usang itu masih terpakai di kepalanya Abu Nawas. Sultan pun berkata “Kenapa Kopiah yang kamu pakai itu tak ditukar wahai Abu Nawas,” Abu Nawas pun menjawab “Tidak, Kopiah ini wasiat,” Maka dengan nada penasaran, Sultan berkata “Benarkan hal tersebut? Jangan membohongiku wahai Abu Nawas”.
Abu Nawas dengan yakinnya menjawab bahwa Kopiah nya tersebut merupakan wasiat dan memiliki keistimewaan tersendiri. Tidak hanya Sultan, para Menteri pun dibuat bingung olehnya. Abu Nawas menjelaskan, bahwa keutamaan Kopiah wasiat nya itu, apabila seseorang yang jujur, tidak pernah korupsi dan mengambil milik negara, maka di Kopiah tersebut muncul gambaran Surga dan sebaliknya, apabila seseorang tak mampu melihat gambaran Surga, maka seseorang itu lah yang dzolim.
Mendengar hal tersebut, Sultan sembari berbisik, kepada para Menteri nya. “Wahai Menteri Abbas, engkau ku kenal jujur dan adil, maka lihatlah Kopiah wasiat milik Abu Nawas tersebut”. Rasa gemetar pun menyelimuti Menteri Abbas yang selama ini suka menguliti kas Negara dan rakus terhadap yang bukan hak nya. Maka Menteri Abbas pun berkata “Ya, aku melihat sungai-sungai mengalir di Surga Nya, keindahan yang begitu sempurna,” Padahal ia sebenarnya tak melihat apapun, hanya sebuah Kopiah yang bau dan lusuh tersebut. Sultan pun berdecak kagum, dilanjutkan dengan Menteri Harun, maka Menteri Harun mengungkapkan hal yang serupa “Surga Firdaus yang begitu indah,”.
Hingga seluruh Menteri, menyatakan hal yang sama. Maka giliran Sultan yang ikut penasaran dengan hal tersebut, langsung mengambil Kopiah dan betapa kagetnya ia. Sultan tak mendapati apapun layaknya yang diucapkan oleh para Menteri. Maka ia pun mengeluhkan hal tersebut ke Abu Nawas, bahwa yang ia lihat dan bahkan cium hanya sebuah Kopiah yang lusuh dan berbau menyengat.
Maka Abu Nawas menjawab “Wahai Sultan, sesungguhnya para Menteri mu lah yang penipu, penjilat dan berdusta. Mereka dzolim, serakah dengan kas Negara dan korupsi sehingga menyulitkan bahkan dalam kondisi melarat,”. Maka Sultan pun memecat seluruh Menteri nya yang berkhianat tersebut ditambah hukuman setimpal dan mengganti dengan yang baru, serta tak lupa Abu Nawas mendapatkan hadiah nya yakni sepuluh kali cambukan untuk Pengawal Istana yang suka menerima suap tersebut.
Abu Nawas memiliki trik dengan berkata “Tolong carikan jalannya, pokoknya kamu tahu beres. Aku bertemu dan menghadap Sultan karena ingin mengambil hadiah dari Sultan. Aku sudah cukup kaya jadi hadiah tersebut akan ku hadiahkan semuanya untukmu wahai pengawal”. Mendengar hal tersebut, maka pengawal tersenyum senang seraya berkata “Nah itu maksudku, asal kau dan aku tahu sama tahu,” Maka gerbang Istana pun dibukakan oleh sang Pengawal, hingga akhirnya Abu Nawas bertemu dengan para Menteri dan Sultan yang sedang melakukan pertemuan.
Abu Nawas menjawab “Hadiah yang ingin saya dapat yakni hukuman cambuk, namun hukuman cambuk tersebut ditujukan kepada Pengawal mu yang memiliki perilaku buruk tersebut. Maka Abu Nawas pun menceritakan apa yang ia alami saat ingin menghadap Sultan.
Sambil mendengarkan, memuncak lah rasa murka Sultan dan menyetujui terhadap permintaan dari Abu Nawas tersebut.
Singkat cerita, Abu Nawas pun sudah berganti pakaian layak yang sudah disiapkan. Namun, Sultan dan Menteri dibuatnya terheran-heran, karena kopiah lusuh dan usang itu masih terpakai di kepalanya Abu Nawas. Sultan pun berkata “Kenapa Kopiah yang kamu pakai itu tak ditukar wahai Abu Nawas,” Abu Nawas pun menjawab “Tidak, Kopiah ini wasiat,” Maka dengan nada penasaran, Sultan berkata “Benarkan hal tersebut? Jangan membohongiku wahai Abu Nawas”.
Abu Nawas dengan yakinnya menjawab bahwa Kopiah nya tersebut merupakan wasiat dan memiliki keistimewaan tersendiri. Tidak hanya Sultan, para Menteri pun dibuat bingung olehnya. Abu Nawas menjelaskan, bahwa keutamaan Kopiah wasiat nya itu, apabila seseorang yang jujur, tidak pernah korupsi dan mengambil milik negara, maka di Kopiah tersebut muncul gambaran Surga dan sebaliknya, apabila seseorang tak mampu melihat gambaran Surga, maka seseorang itu lah yang dzolim.
Mendengar hal tersebut, Sultan sembari berbisik, kepada para Menteri nya. “Wahai Menteri Abbas, engkau ku kenal jujur dan adil, maka lihatlah Kopiah wasiat milik Abu Nawas tersebut”. Rasa gemetar pun menyelimuti Menteri Abbas yang selama ini suka menguliti kas Negara dan rakus terhadap yang bukan hak nya. Maka Menteri Abbas pun berkata “Ya, aku melihat sungai-sungai mengalir di Surga Nya, keindahan yang begitu sempurna,” Padahal ia sebenarnya tak melihat apapun, hanya sebuah Kopiah yang bau dan lusuh tersebut. Sultan pun berdecak kagum, dilanjutkan dengan Menteri Harun, maka Menteri Harun mengungkapkan hal yang serupa “Surga Firdaus yang begitu indah,”.
Hingga seluruh Menteri, menyatakan hal yang sama. Maka giliran Sultan yang ikut penasaran dengan hal tersebut, langsung mengambil Kopiah dan betapa kagetnya ia. Sultan tak mendapati apapun layaknya yang diucapkan oleh para Menteri. Maka ia pun mengeluhkan hal tersebut ke Abu Nawas, bahwa yang ia lihat dan bahkan cium hanya sebuah Kopiah yang lusuh dan berbau menyengat.
Maka Abu Nawas menjawab “Wahai Sultan, sesungguhnya para Menteri mu lah yang penipu, penjilat dan berdusta. Mereka dzolim, serakah dengan kas Negara dan korupsi sehingga menyulitkan bahkan dalam kondisi melarat,”. Maka Sultan pun memecat seluruh Menteri nya yang berkhianat tersebut ditambah hukuman setimpal dan mengganti dengan yang baru, serta tak lupa Abu Nawas mendapatkan hadiah nya yakni sepuluh kali cambukan untuk Pengawal Istana yang suka menerima suap tersebut.
Komentar
Posting Komentar