Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M).
Raja Harun Al Rasyid lagi-lagi memberikan misi mustahil kepada Abu Nawas. Ia tak bosan-bosannya mengetes kecerdikan Abu Nawas. Kali ini ia meminta sesuatu yang tak wajar, yakni pergi ke bulan untuk menyelidikinya.
Padahal zaman itu jelas-jelas belum ada teknologi canggih dan mutakhir seperti Apollo. Sekarang saja hanya orang tertentu yang bisa datang ke bulan, apalagi dulu. Jadi jelas jika misi itu hanya untuk menguji Abu Nawas saja.
"Pergi ke bulan?" tanya Abu Nawas.
"Ya, Abu. Saya tahu kau adalah seorang pria yang pintar, kau harus dapat pergi ke bulan," kata Raja.
"Oke, saya akan pergi ke sana besok sore, Yang Mulia," jawab Abu Nawas dengan cepat.
Raja terkejut. Ia tak menyangka bahwa Abu Nawas mengiyakan tantangannya itu. Lalu Raja Harun Al Rasyid bertanya, "Dari mana kamu akan pergi?"
"Dari rumahku," jawab Abu Nawas.
"Baiklah, saya akan pergi ke sana untuk melihat kau pergi ke bulan besok malam," kata Raja.
Malam itu raja berikut para menterinya pergi ke rumah Abu Nawas. Bulan purnama bersinar dengan terang. Bintang-bintang menyebar berkilauan di seluruh penjuru langit. Ketika raja dan para menterinya tiba di sana, Abu Nawas sudah tak ada di rumah. Mereka hanya bertemu dengan istrinya.
"Di mana Abu Nawas?" tanya raja.
"Dia baru berangkat ke bulan, Yang Mulia. Dia berkata kalau akan kembali segera," jawab istri Abu Nawas.
"Bagaimana cara Abu Nawas pergi ke bulan?" tanya salah satu menteri penasaran.
"Dia memanjat pohon palem di sebelah sana dan akan kembali melalui pohon palem itu juga," jawab sang istri.
Raja dan para menteri kemudian menghampiri pohon palem yang ditunjukkan istrinya. Terlihat bayangan seorang yang sedang turun dari pohon itu. "Apakah itu kau Abu Nawas?" tanya raja.
"Iya, ini saya Abu Nawas, Baginda," jawabnya.
"Apakah kau menyelidiki bulan dari pohon palem itu?" tanya raja.
"Tidak. Saya melakukan penyelidikan ketika bulan mencapai tanah. Pohon hanya sekadar tangga lewat untuk saya pergi ke bulan," jawab Abu Nawas.
Raja Harun Al Rasyid pun tersenyum dengan perkataan Abu Nawas. Ia kemudian menanyakan apa yang dilihatnya di sana. "Tanah dan gunung-gunung. Tidak ada tumbuhan di sana," kata Abu Nawas.
Baca juga: Nasruddin Hoja Pilih Kekayaan Ketimbang Kebijaksanaan, Mengapa?
Masih tak percaya, Harun Al Rasyid pun meminta saksi yang bisa menjelaskan jika memang Abu Nawas pergi ke bulan. Dan tahu apa jawaban Abu Nawas. Ia bahkan mengatakan tak cuma bisa memberikan tiga atau lima saksi. Ia bisa memberikan sepuluh hingga ribuan kesaksian.
"Siapa mereka yang bersaksi?" tanya raja.
Abu Nawas kemudian mengarahkan jarinya ke langit. "Bintang-bintang adalah saksiku. Jika Anda tidak mempercayaiku, Anda dapat menanyakan langsung kepada mereka," kata Abu Nawas dengan yakin.
Mendengar jawaban itu raja tertawa. "Mengapa kau tak menunggu kami menyaksikan kau pergi ke bulan?" tanya Raja.
"Anda terlambat, Yang Mulia. Saya hanya dapat pergi ke bulan pada waktu tertentu saja."
Raja Harun Al Rasyid lagi-lagi memberikan misi mustahil kepada Abu Nawas. Ia tak bosan-bosannya mengetes kecerdikan Abu Nawas. Kali ini ia meminta sesuatu yang tak wajar, yakni pergi ke bulan untuk menyelidikinya.
Padahal zaman itu jelas-jelas belum ada teknologi canggih dan mutakhir seperti Apollo. Sekarang saja hanya orang tertentu yang bisa datang ke bulan, apalagi dulu. Jadi jelas jika misi itu hanya untuk menguji Abu Nawas saja.
"Pergi ke bulan?" tanya Abu Nawas.
"Ya, Abu. Saya tahu kau adalah seorang pria yang pintar, kau harus dapat pergi ke bulan," kata Raja.
"Oke, saya akan pergi ke sana besok sore, Yang Mulia," jawab Abu Nawas dengan cepat.
Raja terkejut. Ia tak menyangka bahwa Abu Nawas mengiyakan tantangannya itu. Lalu Raja Harun Al Rasyid bertanya, "Dari mana kamu akan pergi?"
"Dari rumahku," jawab Abu Nawas.
"Baiklah, saya akan pergi ke sana untuk melihat kau pergi ke bulan besok malam," kata Raja.
Malam itu raja berikut para menterinya pergi ke rumah Abu Nawas. Bulan purnama bersinar dengan terang. Bintang-bintang menyebar berkilauan di seluruh penjuru langit. Ketika raja dan para menterinya tiba di sana, Abu Nawas sudah tak ada di rumah. Mereka hanya bertemu dengan istrinya.
"Di mana Abu Nawas?" tanya raja.
"Dia baru berangkat ke bulan, Yang Mulia. Dia berkata kalau akan kembali segera," jawab istri Abu Nawas.
"Bagaimana cara Abu Nawas pergi ke bulan?" tanya salah satu menteri penasaran.
"Dia memanjat pohon palem di sebelah sana dan akan kembali melalui pohon palem itu juga," jawab sang istri.
Raja dan para menteri kemudian menghampiri pohon palem yang ditunjukkan istrinya. Terlihat bayangan seorang yang sedang turun dari pohon itu. "Apakah itu kau Abu Nawas?" tanya raja.
"Iya, ini saya Abu Nawas, Baginda," jawabnya.
"Apakah kau menyelidiki bulan dari pohon palem itu?" tanya raja.
"Tidak. Saya melakukan penyelidikan ketika bulan mencapai tanah. Pohon hanya sekadar tangga lewat untuk saya pergi ke bulan," jawab Abu Nawas.
Raja Harun Al Rasyid pun tersenyum dengan perkataan Abu Nawas. Ia kemudian menanyakan apa yang dilihatnya di sana. "Tanah dan gunung-gunung. Tidak ada tumbuhan di sana," kata Abu Nawas.
Baca juga: Nasruddin Hoja Pilih Kekayaan Ketimbang Kebijaksanaan, Mengapa?
Masih tak percaya, Harun Al Rasyid pun meminta saksi yang bisa menjelaskan jika memang Abu Nawas pergi ke bulan. Dan tahu apa jawaban Abu Nawas. Ia bahkan mengatakan tak cuma bisa memberikan tiga atau lima saksi. Ia bisa memberikan sepuluh hingga ribuan kesaksian.
"Siapa mereka yang bersaksi?" tanya raja.
Abu Nawas kemudian mengarahkan jarinya ke langit. "Bintang-bintang adalah saksiku. Jika Anda tidak mempercayaiku, Anda dapat menanyakan langsung kepada mereka," kata Abu Nawas dengan yakin.
Mendengar jawaban itu raja tertawa. "Mengapa kau tak menunggu kami menyaksikan kau pergi ke bulan?" tanya Raja.
"Anda terlambat, Yang Mulia. Saya hanya dapat pergi ke bulan pada waktu tertentu saja."
Komentar
Posting Komentar