JUJUR, AMANAH DAN ISTIQAMAH. MATERI PAI KELAS 7

 

BAB 2 JUJUR, AMANAH DAN ISTIQAMAH

JUJUR, AMANAH DAN ISTIQAMAH
A. JUJUR
Jujur adalah suatu sikap yang mencerminkan adanya kesesuaian antara hati, perkataan dan perbuatan. Apa yang diniatkan oleh hati, diucapkan oleh lisan/mulut dan ditampilkan dalam perbuatan memang itulah yang sesungguhnya terjadi dan sebenarnya. Kejujuran sangat erat kaitannya dengan hati nurani. Hati nurani senantiasa mengajak manusia kepada kebaikan dan kejujuran. Namun terkadang kita enggan mengikuti hati nurani dikarenakan kita lebih mengikuti keinginan hawa nafsu. Kejujuran dapat membawa kebenaran, kebenaran dapat mengantarkan seseorang ke surganya Allah SWT.
Sabda Nabi Muhammad SAW :
“Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa kesurga…” (H.R.Bukhari).
Lawan sifat jujur adalah dusta atau bohong. Dusta adalah sikap yang tidak mencerminkan kesesuaian antara hati, ucapan dan perbuatan. Rasulullah SAW adalah orang yang jujur dan terpercaya, sehingga beliau mendapat gelar al-amin (dapatdipercaya) dari bangsa Quraisy. Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang lain tidak percaya. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohongmembuat hati jadi was-was. Kejujuran merupakan salah satu dari akhlak yang terpuji ( akhlakul karimah / Mahmudah ). Seharusnya sifat jujur juga menjadi identitas seorang muslim.Katakan bahwa yang benar itu adalah benar dan yang salah itu salah. Jangan dicampur adukkan antara yang hak dan yang batil. Allah Swt. Berfirman :
Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya”.( Q.S. Surah al-Baqarah/2:42)

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً, وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً. (رواه مسلم)

TERJEMAH HADITS:
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wajib atas kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (SHOHIH. Diriwayatka oleh imam Muslim no. 6586).

Beberapa hal penting dan faedah ilmiyah yang dapat diambil dari hadits ini:
1. JUJUR dalam setiap perkataan n perbuatan termasuk akhlak terpuji yang dicintai n diridhoi Allah ta’ala n manusia.
2. Hukum JUJUR adalah WAJIB bagi setiap individu muslim n muslimah.
3. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala: (Yaa Ayyuhalladziina Aamanuttaqullaaha wa Kuunuu Ma’ash-Shoodiqiin)
4. Artinya: “Hai orang-orang yg beriman bertakwalah kalian kepada Allah, dan jadilah kalian bersama orang-orang yg JUJUR.” (QS. At-Taubah: 119).
5. Dan jg berdasarkan hadits di atas.
6. Orang mukmin yg JUJUR ialah orang yg perkataannya sesuai dengan perbuatan n isi hatinya.
7. JUJUR termasuk sebaik-baik sebab yg mengantarkan seorang hamba ke dalam Surga, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam di dlm hadits shohih di atas.
8. Orang yg JUJUR termasuk orang yg diberi nikmat oleh Allah n akan dikumpulkan bersama para Nabi, orang2 mati syahid, n orang2 sholih di dlm Surga.
9. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala (yg artinya):
“Dan barangsiapa taat kpd Allah n Rasul-Nya, maka mereka akan dikumpulkan (di dlm Surga) bersama orang2 yg diberi nikmat oleh Allah dari kalangan para Nabi, orang2 yg selalu JUJUR, orang2 yg mati syahid, n orang2 sholih.” (QS. An-Nisa’: 69).
10. JUJUR dalam transaksi jual beli merupakan sebab datangnya keberkahan rezeki dari Allah. Demikian sebaliknya, DUSTA akan menghilangkan keberkahan rezeki.
11. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (yg artinya): “Dua pelaku transaksi jual beli mempunyai hak khiyar (melangsungkan atau membatalkan transaksi jual beli) selagi keduanya belum berpisah dr majlis (tempat akad jual beli). Jika keduanya bersikap jujur n menerangkan cacat (yakni tidak menutupi kekurangan) yg ada pd barang dagangannya, maka transaksi jual beli mereka berdua diberkahi Allah. Namun, jika keduanya berdusta n menutupi cacat barang dagangannya, maka dihilangkan oleh Allah keberkahan akad jual beli mereka.”
12. JUJUR dalam menulis artikel ilmiyah serta menshare ilmu kpd orang lain melalui berbagai media spt BB, FB, Website/Blog dengan mencantumkan sumber rujukan (referensi)nya akan mendatangkan keberkahan pd ilmunya, karena itu trmsuk bentuk amanah ilmiyah.
13. Sedangkan DUSTA dlm hal itu semua dengan copy paste dari karya tulis orang lain yg ada di situs-situs internet, buku terjemahan dsb, dengan menghilangkan nama penulisnya dan menggantinya dengan nama dirinya (spt: Oleh ustadz Fulan, By Abu Fulan) atau dengan merubah judulnya tanpa seizin penulisnya akan mengurangi atau bahkan menghilangkan keberkahan pada ilmunya, karena itu bukan termasuk amanah ilmiyah, n menurut para ulama hadits, bhwa yg demikian itu disebut Sariqoh (pencurian karya ilmiyah milik orang lain), atau sebagian orang menyebutnya sebagai PLAGIAT. Dan ini hukumnya HARAM.
14. DUSTA merupakan sifat buruk yang sangat dibenci oleh Allah n manusia.
15. Wajib bagi kita mengajarkan sifat JUJUR dlm setiap urusan dunia n agama kpda diri kita, keluarga kita n kaum muslimin secara umum.
16. Wajib bagi kita memperingatkan diri kita, keluarga kita n kaum muslimin secara umum dari bahaya DUSTA di dunia n akhirat.
17. DUSTA termasuk sebab utama yg menjerumuskan pelakunya ke dalam siksa api Neraka.
18. DUSTA merupkan salah satu sifat orang Munafik.
19. Hal ini berdasarkan hadits shohih yg diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu; bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tanda orang munafik itu ada 3, yaitu: » Apabila berbicara, ia berdusta. » Apabila berjanji, ia ingkari.
» Apabila diberi amanah, ia berkhianat. (SHOHIH. Diriwayatkan oleh imam al-Bukhari & Muslim).
20. Berdusta bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kedustaan berikutnya.
21. Berdusta bisa menyebabkan terjadinya perpecahan n permusuhan di antara kaum muslimin.
22. Manusia yg paling JUJUR kepada Allah n Rasul-Nya adalah AHLI TAUHID n ITTIBA’ (yg senantiasa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam) dlm masalah Aqidah, ibadah, manhaj, akhlak n adab, mu’amalah, dakwah, dsb.

Sedangkan manusia yg paling DUSTA adalah orang-orang musyrikin kafir kpd Allah dan Rasul-Nya dengan menentang hukum syari’at yg ada di dlm Al-Quran Al-Karim n As-sunnah An-Nabawiyyah yg Shohih.

Hikmah atau manfaat dari perilaku jujur adalah:
1. mendapatkan kepercayaan dari orang lain
2. mendapatkan banyak teman
3. mendapatkan ketentraman hidup

B. AMANAH
Amanah artinya terpercaya (dapat dipercaya). Maksudnya sifat yang mencerminkan kemampuan sesorang menerima, menyampaikan dan menjaga segala sesuatu yang telah disampaikan orang lain kepadanya. Amanah dapat berupa pesan , ucapan, perbuatan ,harta, tugas atau tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Dengan demikian orang yang dapat menjaga amanah biasanya disebut orang yang bertanggung jawab. Sebaliknya, orang yang tidak menjaga amanah disebut orang khianat / itdak bertanggung jawab.

“Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya…”(H.R.BukhariMuslim)
Jenis-jenis amanah dibedakan menjadi tiga macam,yaitu:
1. Amanah terhadap Allah Swt. Amanah ini berupa ketaatan akan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah Swt. berfirman:

”Wahai orang-orang yang beriman ,janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”.( Q.S. Al-Anfa:27)
2. Amanah terhadap sesama manusia. Amanah ini meliputi hak-hak antar sesama manusia. Misalnya ketika dititipi pesan atau barang,

“Sesungguhnya Allah Swt menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…”.( Q.S. An Nisa:58)
3. Amanah terhadap diri sendiri. Amanah ini dijalani dengan memelihara dan menggunakan segenap kemampuannya demi menjaga kelangsungan hidup, kesejahteraan, dan kebahagiaan diri. Allah Swt.berfirman:

“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya” ( Q.S. Al-Mu’minun:8 )
Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)
Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.
Itu juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dan Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72)
Dari nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal. Amanah besar yang dapat kita rasakan dari ayat di atas adalah melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana mestinya.
Amanah dan Iman
Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Barang siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari)
Macam-macam Amanah
Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172)
Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.
Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih)
Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)
Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl: 125)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.” (al-hadits)
Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

Hikmah Perilaku Amanah
Dipercaya oranglain,ini merupakan modal yang sangat berharga dalam menjalin hubungan atau berinteraksi antara sesame manusia.
Mendapatkan simpati dari semua pihak, baik kawan maupun lawan.
Hidupnya akan sukses dan dimudahkan oleh Allah Swt.

C. ISTIQOMAH
Istiqomah berarti sikap kukuh pada pendirian dan konsekuen dalam tindakan. Dalam makna yang luas, istiqomah adalah sikap teguh dalam melakukan suatu kebaikan, membela dan mempertahankan keimanan dan keislaman, walaupun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan.
Sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqmah, tidak ada rasa khawatir padamereka,dan mereka tidak (pula) bersedih hati”.
(Q.S. Al-Ahqaf :13)
Ayat diatas menjelaskan sikap orang-orang istiq±mah,yaitu menepati dan mengikuti garis-garis yang telah ditentukan oleh agama,menjalankan semua perintahAllah Swt. dan meninggalkansemua larangan-Nya. Orang yang semacam itu tidak perlu khawatir terhadap diri mereka di hari kiamat karena AllahSwt.menjamin keselamatan mereka.
“Dari Sofyan bin Abdullah Ats-Tsaqofi berkata, sesungguhnya seorang laki-laki berkata : “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam suatu perkataan yang aku tidak akan menanyakannya lagi kepada seseorang selain hanya kepada engkau,” Rasulullah berkata :” Katakanlah ! Aku beriman kepada Allah kemudian Istiqamah.” (Sebagai tambahan) Aku berkata : “Ya Rasulullah apa yang harus aku jaga ?” Maka Rasulullah mengisyaratkan kepada lidahnya sendiri dan berkata : “ini” ( HR. Muslim di dalam shahihnya ).
Menurut hadits Muslim tersebut diatas, kita bisa mengerti bahwa sesudah Iman kepada Allah ialah Istiqamah sebagai pasangan dan sekaligus syarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Istiqamah menjadi sikap yang amat penting dan perangkat yang tidak bisa dipisahkan dalam mewujudkan Iman dan Akhlaqul Kariimah.
Istiqamah menurut bahasa artinya : lurus, lempang dan tidak berbelok-belok. Umar bin Khathab menjelaskan bahwa : Istiqamah itu tetap mengikuti perintah dan ( menjauhi ) larangan serta tidak menyimpang dari padanya.” Abu Bakar menambahkan, bahwa yang dimaksud dengan perkataan “ Istiqamu “ ialah ( sesudah beriman ) tidak mempersekutukan Allah dengan suatu apapun.
Menurut ahli ma’rifat Istiqamah ialah, pertama Iman kepada Allah dan dua mengikuti ajaran Rasulullah baik secara lahir maupun bathin. Allah berfirman : “ Dan tetaplah ( Istiqamah ) sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka.” ( QS. Asy-Syura : 15 ).
Dengan pengertian tersebut diatas maka Istiqamah harus menjadi karakter dan kepribadian orang-orang beriman. Seperti apa yang menjadi motto dan garis hidup orang-orang beriman bahwa, hidup ialah pengabdian, perjuangan dan pengorbanan. Tanpa iman dan pendirian yang teguh ( Istiqamah ) tidak mungkin dapat mempertahankan eksistensi dirinya sebagai orang beriman. Kemungkinan jika ia berhasil dalam karir, tapi goyah pendiriannya dan luntur kepribadiannya, bisa-bisa iman dan Agamanya pun tergadaikan. Sebaliknya bila gagal dalam hidup ia akan putus asa dan tegoncang jiwanya. Dua kerugiannya secara fisisk ia gagal dan rendah nilai pribadinya.
Istiqamah adalah Jiwa Besar yang dimiliki oleh para Nabi.
Hanya orang-orang berjiwa besarlah yang dapat memikul tanggung jawab yang besar. Para Nabi kekasih Allah dipilih untuk melaksanakan tugas besar ini dan mereka mampu melaksanakan dengan sebaik-baiknya, demikian juga selanjutnya seperti para shahabat, orang-orang shalih terdahulu karena mereka memiliki sifat Istiqamah, berpendirian teguh sesudah imannya. Istiqamah melahirkan sifat percaya diri dan optimis, sifat-sifat inilah yang menjadi energi penggerak kemauan yang keras untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang luhur.
Al-Qur’an telah mengabadikan ibrah ( contoh ) para Nabi kekasih-kekasih Allah dalam memperjuangkan misinya sebagai utusan Allah. Nabi Nuh ‘Alaihis salam dalam melakukan da’wahnya di hadang dengan kedurhakaan kaumnya dan di antara yang menghadang itu justru buah hati dan belahan jiwanya yaitu istri dan anak kandungnya sendiri. Tapi jiwanya tidak tergoncang dan tidak terpengaruh oleh sentuhan yang paling mendasar, karena beliau memiliki sifat amanah.
Nabi Musa ‘Alaihis salam harus berhadapan dengan raja yang mengklaim sebagai maharaja yang berkuasda absolute dan semena-mena sehingga harus berhadapan dengan tukang sihir dan kejaran bala tentara yang sangat kuat sehingga sampai di Laut merah. Keadaan amat kritis, dibelakang tentara kafir semakin mendekat sementara di depan mereka laut siap menenggelamkannya. Allah memperkaya jiwa Nabi Musa as. Dengan Istiqamah yang melahirkan optimisme dan tawakal akhirnya tepat pada waktunya pertolongan Allah datang dengan mu’jizat yang amat terkenal dengan tongkatnya membelah Laut Merah.
Nabi Muhammad tidak diragukan lagi keteguhan jiwanya,peristiwa demi peristiwa, tantangan dan ancaman dilaluinya dengan para shahabat. Berapa kali usaha pembunuhan terhadap diri beliau dilakukan oleh mereka dan berapa kali usaha penyerbuan mereka untuk menghancur leburkan kaum muslimin.Psy War dan provokasi mereka tidak menggetarkan hati Rasul dan para shahabat, bahkan menambah iman dan mereka berkata : “ Hasbunallah wa ni’mal wakil” cukup bagi kami Allah ( sebagai pelindung ) dan sebaik-sebaik yang kami serahi. Kemudian segala rintangan dapat diatasai, kemenangan dan kemuliaan dapat diraih dengan izin Allah hanya dengan iman dan istiqamah.
Perhatian Allah terhadap orang Beriman yang Istiqamah.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka istiqamah maka malaikat akan turun kepada mereka ( dengan mengatakan ) : “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia dan akhirat, di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh ( pula ) didalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan ( bagimu ) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. Fushilat : 30-32 ).
Tafsir Depag RI menjelaskan : “Kepada orang-orang beriman dan ( istiqamah ) berpendirian teguh dengan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Allah menurunkan malaikat dengan menyampaikan khabar yang menggembirakannya, memberikan yang bermanfaat, menolak kemudharatan, menghilangkan duka cita yang mungkin ada padanya dalam seluruh urusan duniawi maupun ukhrawi, sehingga dadanya menjadi lapang dan tentram, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka. Sedang kepada orang-orang kafir yang datang adalah setan yang selalu menggoda mereka, sehingga setan menjadikan perbuatan buruk itu indah menurut pandangan mata mereka.
Demikian besar perhatian Allah terhadap orang-orang yang memiliki sifat istiqamah, dari merekalah lahir segala kebajikan dan keutamaan sekaligus merupakan konstribusi terhadap manusia dan kemanusiaan dalam kehidupan ini sesuai misi Islam yang bersifat rahmatan lil ‘alamin.

Di antara hikmah perilaku Istiqomah adalah sebagai berikut.
1. Orang yang Istiqomah akan dijauhkan oleh AllahSwt dari rasa takut dan sedih sehingga dapat mengatasi rasa sedih yang menimpanya, tidak hanyut dibawa kesedihan dan tidak gentar dalam menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
2. Orang yang Istiqomah akan mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan didunia karena ia tekun dan ulet.
3. Orang yang Istiqomah dan selalu sabar serta mendirikan ¡ala takan selalu dilindungi oleh Allah Swt.

Komentar